Berita dan Informasi
Taklim Bapak-Bapak Rutin Ahad Ba:da Sholat Shubuh.. 28 Agustus 2022. Lanjutan Tafsir Al-Qur’anul Karim Surah Al Fajr Ayat 21 – 32
Ustadz.. H. Saiful Bahri, S.Hi
ARTIKEL (LIMA CAHAYA YANG MENUTUPI 5 KEGELAPAN)
Hikmah agung datangnya Islam adalah sebagai transisi dari masa kegelapan (dark zone) menuju masa terang benderang, masa penuh cahaya. Jaman jahiliyah yang banyak dikatakan sebagai jaman kegelapan dari tauhid diterangi dengan cahaya tauhid yang bersumber dari Islam. Selain itu, dengan kebesaran-Nya Allah ciptakan alam semesta berpasang-pasangan, ada siang dan malam, ada langit dan bumi, maka ada juga gelap dan terang. Kegelapan menampilkan makna hitam tak ada cahaya dan terang menunjukkan makna harapan setelah kegelapan.
Sebagai orang beriman Allah menjamin pertolongan transisi dari kegelapan menuju cahaya sebagaimana disinyalir dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 257:
….اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ
Artinya: “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)”.
Lebih universal lagi, khalifah pertama dalam Islam sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhyiallahu ‘anhu (semoga Allah meridhoinya) menyampaikan satu nasihat yang berbicara secara filosofis mengenai kehidupan ini. Bahwasannya ada lima jenis kegelapan yang menjadikan pekatnya kehidupan manusia. Namun lima kegelapan itu dapat disirnakan oleh lima macam cahaya. Seorang ulama menjabarkan nasihat Abu Bakar tersebut. Kegelapan (zhulumaat) dapat dibagi menjadi dua: zhulumaat ma’nawiyyah (kegelapan secara maknawi-rohani) dan zhulumaat haqiqiyyah (kegelapan secara hakikat-inderawi). Maka dalam nasihat Abu bakar tersebut dibagi menjadi 2 kegelapan maknawi dan 3 kegelapan hakikat.
Nasihat lengkap Abu Bakar tersebut yaitu:
عن أبي بكرٍ الصديق رضي الله عنه قال : الظلمات خمس والسرج لها خمس : حب الدنيا ظلمة والسراج له التقوى , والذنب ظلمة والسراج له التوبة , والقبر ظلمة والسراج له لا إله إلا الله محمدٌ رسول الله , والآخرة ظلمة والسراج لها العمل الصالح , والصراط ظلمة والسراج له اليقين
Kegelapan-kegelapan tersebut ada 5 dan penerang (cahaya) yang dapat menyinarkannya ada 5. Pertama; hubbud dunya zhulmatun was sirooju lahu at-taqwa (cinta dunia itu gelap dan cahayanya adalah taqwa), kedua; wadz dzanbu zhulmatun was siraaju lahu at-taubah (dosa itu gelap dan cahayanya adalah taubat), ketiga; wal qabru zhulmatun was siraaju lahu laa ilaaha illallah Muhammadur rasuulullah (alam kubur itu gelap dan cahayanya adalah “laa ilaaha illallaah Muhammadur rasuulullah), keempat; wal aakhiratu zhulmatun was siraaju lahu al-‘amalus sahaalih (alam akhirat itu gelap dan cahayanya adalah amal shaleh), kelima; was shiraathu zhulmatun was siraaju lahu al-yaqiin (jembatan “shirath” itu gelap dan cahayanya adalah yaqin).
Dari kelima kegelapan yang disebutkan di atas maka bisa kita pahami bahwa ada 2 zhulmatun ma’nawiyyah (gelap secara makna) yaitu:
Gelap karena cinta dunia yang berlebihan sehingga melupakan tugas manusia sebagai hamba yang harus beribadah. Cahaya yang bisa meneranginya adalah taqwa. Arti substansi dari taqwa adalah takut. Manusia takut berbuat sesuatu yang dilarang Allah sehingga yang ada hanya mengerjakan apa-apa yang diperintahkan-Nya.
Gelap karena kesalahan atau dosa yang membuat manusia hatinya gelap karena tidak menjalankan perintah Allah. Cahaya yang menerangi kegelapan dosa adalah taubat, memohon ampun kepada Allah dan berjanji tidak akan mengulangi dosa tersebut. Sesungguhnya seorang hamba apabila ia berbuat kesalahan maka dihatinya akan tertera setitik noda. Ketika ia telah beristighfar (meminta ampunan) dan bertaubat maka hati itu akan kembali cemerlang dan jika ia kembali melakukan kesalahan serupa maka hati itulah yang telah tertutup.
Adapun 3 kegelapan yang masuk kategori zhulmatun haqiqiyyah (gelap secara hakikat) adalah:
Gelap di alam kubur dan cahaya yang meneranginya adalah kalimat laa ilaaha illallah Muhammadur rasulullah (pengakuan keesaan Allah dan nabi Muhammad utusan/rasul Allah). Ini didasarkan kepada hadits Rasulullah saw ‘bahwasannya Allah swt mengharamkan atas api neraka orang yang mengatakan la ilaha illallah’. Oleh karena itu setiap anak Adam yang sedang sakaratul maut kita bimbing (talqin) untuk menyebut kalimat tersebut agar kelak kuburnya diterangi dengan cahaya dari pengakuan keesaan Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah.
Gelap di alam akhirat dan cahaya yang meneranginya adalah amal shaleh (kebaikan), Dalam nasehat lain khalifah Abu Bakar pun menyampaikan perumpamaan; “man dakholal qobro bilaa zaadin faka-annamaa rokibal bahro bilaa safiinatin” (siapa orang yang masuk kubur tanpa bekal maka seakan-akan dia mengarungi lautan tanpa perahu). Sudah barang tentu bekal yang harus dipersiapkan adalah amal saleh yang akan menerangi kita di akhirat.
Gelap saat melintas jembatan (shiraath) dan cahaya yang meneranginya adalah yakin. Bahwa titian atau jembatan di hari akhir nanti sangatlah gelap, dan yang akan menerangi perjalnan kita melewati jembatan itu adalah keyakinan. Yakin atas petunjuk Allah swt dan menghilangkan berbagai macam keraguan.
Demikianlah nasehat sayyidina Abu Bakar mengenai lima kegelapan yang harus disiapkan penerangnya oleh kita semua agar perjalanan kelak lancar tanpa haluan apapun jua. Semoga hikmah kali ini bermanfaat bagi kita dalam menapaki hari-hari di dunia yang sementara ini.
UNDANGAN TAKLIM SABTU SHUBUH
Lanjutan Kajian Hadits ARBAIIN
disampaikan oleh : Ustadz. H. Sahidi, M. Ag.
ARTIKEL
HAKIKAT JASAD & ROH (bagian 1) Oleh : Ustadz DR. Musthafa Umar. Lc.MA https://youtu.be/iQWEpVGo750
ARTIKEL 2
https://youtu.be/lkDTVkhhcC4 Tausiah. Ustadz. DR. Musthafa Umar. Lc. MA Tentang Hakikat Jasad & Roh (Bagian 2)
Pengajian Remaja Masjid Jami’ Baitul Husna (IRHAMNA)
Pengajian Rutin Mingguan, Setiap ahad ba’da Isya, Remaja Masjid Jami’ Baitul Husna (IRHAMNA)
Kajian Kitab ARBAIN oleh Ust.Miftakhul Mahmudin, Ahad 17 Oktober 2021
Taklim Ahad Shubuh
kajian lanjutan Hikmah Kitab Al Hikam Tentang dua Golongan Manusia dalam upayanya mengenal Allah oleh : Ustadz.H. Miftakhul Mahmudi.MA Ahad, 03 Oktober 2021 https://youtu.be/AGcNEKTPYkY
TAKLIM AHAD SHUBUH
Kajian Lanjutan Hikmah Kitab Al Hikam tentang Dua Golongan Manusia dalam upayanya mengenal Allah.
oleh Ustadz. H. Miftakhul Mahmudi.MA.
Ahad, 03 Oktober 2021
Khutbah Jum’at
KHUTBAH JUM’AT
“Menjaga Kwalitas Amal Sholih Sebagai Bekal Kehidupan”
Khatib : Bhayu Sulistiawan, S.Pd.I
Disampaikan pada shalat Jum’at di Masjid Baitul Husna Harapan Indah
Tanggal 24 Shafar 1443 H / 1 Oktober 2021 M
اَلْحَمْدُ لله الْمَلِكِ الْـحَقِّ الْـمُبِيْن.اَلَّذِيْ حَبَانَابِاالْإِيْـمَانِ وَالْيَقِيْن. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَاَشْهَدُ أَنَّ محمّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه الصَّدِق الْوَعْد الْأَمِيْن. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى أَشْرفِ الْأنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آ لِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمْعِيْن، أَمّا بَعْدُ
فَيَا عِبَادَ الله، اُوْصِيْكُمْ وَ نَعفْسِي بِتَقْوَى الله، فَعقَدْ فَازَ ا لْمُتَّـقُوْنَ
فَقَالَ تَعَالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Ma’aasyiral muslimiin jama’ah shalat Jum’at rohimakumullah….
Segala puji hanya milik Allah SWT., Tuhan semesta alam Yang Maha Kuasa senantiasa telah memberikan nikmat kepada kita semua dalam bentuk yang begitu banyak. Salah satu kenikmatan yang kita rasakan adalah diturunkannya Islam sebagai satu-satunya agama yang benar dan kita menjadi ummatnya yang setia insya Allah. Nikmat sehat juga kita terima sehingga kita bisa menjalankan tugas dan fungsi sebagai hamba dan khalifah.
Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada nabi kita Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang istiqomah hingga akhir zaman. Kita senantiasa berdoa dan berusaha terus mengikuti sunnah-sunnahnya sehingga termasuk golongan yang mendapatkan syafa’atul ‘uzhma baginda nabi di akhir nanti. Aamiin.
Dari mimbar yang mulia ini khatib berwasiat kepada diri pribadi dan jamaah untuk terus meningkatkan ketaqwaan, dengan penuh kesadaran mari kita laksanakan perintah-perintah Allah, kita tinggalkan larangan-larangan-Nya. Dengan begitu Insya Allah kita selamat fiddunya wal akhirah. Aamiin..
Ma’aasyiral muslimiin jama’ah shalat Jum’at rohimakumullah….
Di dalam salah satu kitab bernama “Ayyuhal Walad” karya seorang ulama besar bergelar “Hujjatul Islam” yaitu Imam Al-Ghazali menuliskan pesan kepada seorang muridnya yang berkhidmat belajar bertahun-tahun dengannya. Dalam setiap pesan yang mengandung nasehat luar biasa itu Imam Ghazali selalu memulainya dengan kata “Ayyuhal Walad” (Wahai Anak).
مَالَـمْ تَعْمَلْ لَـمْ تَـجِدِ الْأَجْرَ
“Wahai santriku, selagi kamu belum berbuat amal maka tidak mendapat pahala.”
Imam Ghazali ingin mengingatkan sang murid betapa pentingnya amal perbuatan (amal shalih) dalam menentukan kwalitas perbekalan pahala di dunia untuk menuju akhirat. Sebarapa banyak amal sholih yang kita lakukan berbanding lurus dengan pahala yang kita dapat bahkan dalam beberapa amal ada yang Allah berikan pahala berlipat ganda. Seperti hukum sebab-akibat begitulah juga amal dengan pahala.
Lalu Imam Ghazali pun melanjutkan kisah tentang seorang laki-laki dari Bani Israil yang beribadah kepada Allah selama 70 tahun. Allah ingin menunjukkannya kepada para malaikat. Lalu Allah mengutus malaikat kepadanya untuk memberitahu bahwa dengan ibadah tersebut laki-laki tersebut belum layak baginya masuk surga.
Ketika ahli ibadah itu mendengarnya dari malaikat yang diutus Allah, ia berkata: “Kita diciptakan untuk beribadah, maka memang sepatutnya bagi kita untuk beribadah kepadaNya.”
Malaikat itu pun kembali kepada Allah seraya berkata, “Wahai Tuhanku, Engkau lebih mengetahui tentang apa yang diucapkannya.”
Kemudian Allah SWT berfirman, “Apabila hamba itu tidak berpaling dari ibadah kepadaKu, maka Aku –dengan kemuliaanKu– tidak akan berpaling darinya. Saksikan wahai para malaikatKu, bahwa Aku telah memaafkannya.”
Ma’aasyiral muslimiin jama’ah shalat Jum’at rohimakumullah….
Dari kisah diatas bisa kita ambil hikmah dan muhasabah bahwa tugas dan fungsi utama manusia diciptakan Allah adalah sebagai “abdun” (hamba) dan sebagai “khalifah” (pengelola alam raya). Maka fungsi khalifah tidak boleh melanggar batas fungsi sebagai hamba. Semua nikmat di dunia ini Allah berikan gratis untuk kita manfaatkan dan kita kelola tapi tetap harus sesuai koridor/batas ketentuan yang Allah berikan melalui pedoman Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW.
Tugas sebagai hamba yang diciptakan Allah tak bukan dan tak lain untuk beribadah kepada-Nya. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Di dalam surat lain Allah lebih spesifik menegaskan bahwa dalam beribadah kepada-Nya juga harus disertai dengan sikap ikhlas.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas (memurnikan ketaatan) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus”. (Q.S. Al-Bayyinah ayat 5)
Ulama membagi tiga macam golongan dalam beribadah. Pertama, tipe “tujjaar” (pedagang). Tipe ini seperti orang yang berdagang yang ingin selalu untung dan tidak ingin rugi. Beribadah dengan niat masuk surga dan dihindarkan dari neraka seakan seperti pedagang. Inilah tipe kita pada umumnya sebagai golongan orang ‘awam. Namun tipe ini tidak salah karena memang kita beribadah juga sebagai sarana ingin meraih surga yang Allah sudah janjikan.
Adapun tipe yang kedua adalah bagi orang-orang khowasul khowas yaitu “ahrorr” (orang yang merdeka). Dalam artian tipe ini merdeka atau bebas dalam beribadah tujuannya bukan lagi surga. Mereka hanya menuju ridho Allah. Sebagaimana kisah orang Bani Israil di atas. Meskipun dikabarkan oleh malaikat bahwa ibadahnya selama 70 tahun tidak layak untuk ke surga tapi orang tersebut tetap akan terus beribadah karena sejatinya kita diciptakan untuk beribadah dan menuju ridha Allah. Ketika Allah sudah ridha maka apapun yang hamba minta akan Allah berikan.
Ma’aasyiral muslimiin jama’ah shalat Jum’at rohimakumullah….
Di dalam hadits nabi Muhammad SAW menjelaskan tentang pentingnya menjadikan agama sebagai basic dari setiap langkah perbuatan yang ditempuh di dunia khususnya niat karena Allah. Menghadirkan agama dalam setiap amal bahkan menjadi sarana kita juga untuk berbekal mempersiapkan kematian, dan mereka tergolong ke dalam orang-orang yang cerdas. Dan sebaliknya, orang yang bodoh adalah mereka yang hanya mengikuti hawa nafsunya tanpa didasari dengan agama. Dia hanya berangan-angan untuk mencapai surga dan pengharapan kepada Allah SWT yang tidak mungkin bisa dicapai karena tanpa amal shalih.
Rasulullah SAW bersabda:
اَلكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْموْتِ، وَالْأَحْمَقُ مَنْ اِتَّبَعَ هَواهُ وتـَمَنَّى عَلَى اللَّهِ. (رواه التِّرْمِذيُّ)
“Orang cerdas adalah orang yang menghadirkan agama dalam dirinya (menaklukkan egonya), dan menyiapkan amal (shalih) untuk kehidupan setelah mati. Sedangkan orang bodoh adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan mengharapkan sesuatu dari Allah SWT dengan berbagai macam harapan (yang tak mungkin).”
Bahkan Imam Hasan Al-Bashri mengatakan: “Mencari surga tanpa berbuat amal adalah termasuk dosa dari beberapa dosa.” Dengan kata lain, seseorang yang membenamkan diri dalam dosa dan maksiat kepada Allah, tetapi ia berharap memperoleh surga, maka harapannya tentu tertolak.
Sebagai orang beriman tentunya kita berobsesi meraih kecintaan Allah Ta’ala untuk menjadi Muttaqin (orang yang bertaqwa), dihindarkan dari azab kubur diselamatkan dari neraka dan menjadi penghuni surga. Semoga kita senantiasa dikuatkan dalam menjaga kwalitas amal kita sebagai bekal kehidupan kita.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمِا فِيْهِ مِنَ الآَيَاتِ والذِّكْرِالحَكِيْمٍ، وتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَه إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Undangan Taklim Ahad Shubuh
Lanjutan Kajian
HIKMAH AL HIKAM
Ustadz H. Miftakhul Mahmudi, MA.





