Kajian Sejarah Bani Israil oleh Ust. Adi Hidayat
Artikel
Khotbah Jum’at: KEMULIAAN BULAN RAJAB
Naskah Khutbah Jum'atKEMULIAAN BULAN RAJABKHUTBAH PERTAMA إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ...
Khutbah Jum’at: KEMULIAAN BULAN RAJAB
Dzikir & Doa Bersama Setiap Malam Jum’at
SEORANG WANITA YANG MASUK SURGA TANPA HISAB BERKAT AMALAN SHALAWAT
SEORANG WANITA YANG MASUK SURGA TANPA HISAB BERKAT AMALAN SHALAWAT Dikisahkan oleh al-habib musa kadzim bin ja'far as-segaf. Ada seorang wanita yang memimpikan ibunya dialam barzah, ia menanyakan keadaan ibunya yang sangat ia kasihi dan sang ibu menjawab :...
Artikel 3
Cahaya berupa Akhlak Mulia Rasulullah Muhammad. SAW.
yang diutus Allah SWT untuk memperbaiki AKHLAK MANUSIA,
Artikel
SITI KHADIJAH ISTRI TERKASIH RASULULLAH
Khadijah Memang Wanita Istimewa, dua pertiga (2/3) wilayah Makkah adalah milik Siti Khadijah binti khuwailid, istri pertama Rasulullah SAW. Ia wanita bangsawan yang menyandang kemuliaan dan kelimpahan harta kekayaan. Namun ketika wafat, tak selembar kafan pun dia miliki. Bahkan baju yang dikenakannya di saat menjelang ajal adalah pakaian kumuh dengan 83 tambalan.
“Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba,” bisik Khadijah kepada Fatimah sesaat menjelang ajal. “Yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa digunakan menerima wahyu untuk dijadikan kain kafanku. Aku malu dan takut memintanya sendiri”.
Mendengar itu Rasulullah berkata, “Wahai Khadijah, Allah menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga”.
Siti Khadijah, Ummul Mu’minin (ibu kaum mukmin), pun kemudian menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan Rasulullah. Didekapnya sang istri itu dengan perasaan pilu yang teramat sangat. Tumpahlah air mata mulia Rasulullah dan semua orang yang ada di situ.
Dalam suasana seperti itu, Malaikat Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dan membawa lima kain kafan.
Rasulullah menjawab salam Jibril, kemudian bertanya, “Untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?”
“Kafan ini untuk Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk Fatimah, Ali dan Hasan,” jawab Jibril yang tiba-tiba berhenti berkata, kemudian menangis.
Rasulullah bertanya, “Kenapa, ya Jibril?”
“Cucumu yang satu, Husain, tidak memiliki kafan. Dia akan dibantai, tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan,” jawab Jibril.
Rasulullah berkata di dekat jasad Khadijah, “Wahai Khadijah istriku sayang, demi Allah, aku tak kan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Mahamengetahui semua amalanmu. Semua hartamu kau hibahkan untuk Islam. Kaum muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban!?”
Tersedu Rasulullah mengenang istrinya semasa hidup.
Dikisahkan, suatu hari, ketika Rasulullah pulang dari berdakwah, beliau masuk ke dalam rumah. Khadijah menyambut, dan hendak berdiri di depan pintu, kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Khadijah, tetaplah kamu di tempatmu”.
Ketika itu Khadijah sedang menyusui Fatimah yang masih bayi. Saat itu seluruh kekayaan mereka telah habis. Seringkali makanan pun tak punya, sehingga ketika Fatimah menyusu, bukan air susu yang keluar akan tetapi darah. Darahlah yang masuk dalam mulut Fatimah r.a.
Kemudian Rasulullah mengambil Fatimah dari gendongan istrinya, dan diletakkan di tempat tidur. Rasulullah yang lelah sepulang berdakwah dan menghadapi segala caci-maki serta fitnah manusia itu, lalu berbaring di pangkuan Khadijah hingga tertidur.
Ketika itulah Khadijah membelai kepala Rasulullah dengan penuh kelembutan dan rasa sayang. Tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Rasulullah hingga membuat beliau terjaga.
“Wahai Khadijah, mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku?” tanya Rasulullah dengan lembut.
Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan. Namun hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu habis. Adakah engkau menyesal, wahai Khadijah, bersuamikan aku, ?” lanjut Rasulullah tak kuasa melihat istrinya menangis.
“Wahai suamiku, wahai Nabi Allah. Bukan itu yang kutangiskan,” jawab Khadijah.
“Dahulu aku memiliki kemuliaan, Kemuliaan itu telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya. Dahulu aku adalah bangsawan, Kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan RasulNya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan, Seluruh kekayaan itupun telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya”.
“Wahai Rasulullah, sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai Rasulullah, sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu belum selesai, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sungai namun engkau tidak memperoleh rakit atau pun jembatan, maka galilah lubang kuburku, ambillah tulang-belulangku, jadikanlah sebagai jembatan bagimu untuk menyeberangi sungai itu supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu”.
“Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah, Ingatkan mereka kepada yang hak, Ajak mereka kepada Islam, wahai Rasulullah”.
Rasulullah pun tampak sedih. “Oh Khadijah ku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?”
“Aku, ya Rasulullah!” sahut Ali bin Abi Thalib. jawab, menantu Rasullulah…
Di samping jasad Siti Khadijah, Rasulullah kemudian berdoa kepada Allah.
“Ya Allah, ya ILahi Rabbiy, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam, Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku, Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku, Menenteramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah”.
ARTIKEL (LIMA CAHAYA YANG MENUTUPI 5 KEGELAPAN)
Hikmah agung datangnya Islam adalah sebagai transisi dari masa kegelapan (dark zone) menuju masa terang benderang, masa penuh cahaya. Jaman jahiliyah yang banyak dikatakan sebagai jaman kegelapan dari tauhid diterangi dengan cahaya tauhid yang bersumber dari Islam. Selain itu, dengan kebesaran-Nya Allah ciptakan alam semesta berpasang-pasangan, ada siang dan malam, ada langit dan bumi, maka ada juga gelap dan terang. Kegelapan menampilkan makna hitam tak ada cahaya dan terang menunjukkan makna harapan setelah kegelapan.
Sebagai orang beriman Allah menjamin pertolongan transisi dari kegelapan menuju cahaya sebagaimana disinyalir dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 257:
….اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ
Artinya: “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)”.
Lebih universal lagi, khalifah pertama dalam Islam sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhyiallahu ‘anhu (semoga Allah meridhoinya) menyampaikan satu nasihat yang berbicara secara filosofis mengenai kehidupan ini. Bahwasannya ada lima jenis kegelapan yang menjadikan pekatnya kehidupan manusia. Namun lima kegelapan itu dapat disirnakan oleh lima macam cahaya. Seorang ulama menjabarkan nasihat Abu Bakar tersebut. Kegelapan (zhulumaat) dapat dibagi menjadi dua: zhulumaat ma’nawiyyah (kegelapan secara maknawi-rohani) dan zhulumaat haqiqiyyah (kegelapan secara hakikat-inderawi). Maka dalam nasihat Abu bakar tersebut dibagi menjadi 2 kegelapan maknawi dan 3 kegelapan hakikat.
Nasihat lengkap Abu Bakar tersebut yaitu:
عن أبي بكرٍ الصديق رضي الله عنه قال : الظلمات خمس والسرج لها خمس : حب الدنيا ظلمة والسراج له التقوى , والذنب ظلمة والسراج له التوبة , والقبر ظلمة والسراج له لا إله إلا الله محمدٌ رسول الله , والآخرة ظلمة والسراج لها العمل الصالح , والصراط ظلمة والسراج له اليقين
Kegelapan-kegelapan tersebut ada 5 dan penerang (cahaya) yang dapat menyinarkannya ada 5. Pertama; hubbud dunya zhulmatun was sirooju lahu at-taqwa (cinta dunia itu gelap dan cahayanya adalah taqwa), kedua; wadz dzanbu zhulmatun was siraaju lahu at-taubah (dosa itu gelap dan cahayanya adalah taubat), ketiga; wal qabru zhulmatun was siraaju lahu laa ilaaha illallah Muhammadur rasuulullah (alam kubur itu gelap dan cahayanya adalah “laa ilaaha illallaah Muhammadur rasuulullah), keempat; wal aakhiratu zhulmatun was siraaju lahu al-‘amalus sahaalih (alam akhirat itu gelap dan cahayanya adalah amal shaleh), kelima; was shiraathu zhulmatun was siraaju lahu al-yaqiin (jembatan “shirath” itu gelap dan cahayanya adalah yaqin).
Dari kelima kegelapan yang disebutkan di atas maka bisa kita pahami bahwa ada 2 zhulmatun ma’nawiyyah (gelap secara makna) yaitu:
Gelap karena cinta dunia yang berlebihan sehingga melupakan tugas manusia sebagai hamba yang harus beribadah. Cahaya yang bisa meneranginya adalah taqwa. Arti substansi dari taqwa adalah takut. Manusia takut berbuat sesuatu yang dilarang Allah sehingga yang ada hanya mengerjakan apa-apa yang diperintahkan-Nya.
Gelap karena kesalahan atau dosa yang membuat manusia hatinya gelap karena tidak menjalankan perintah Allah. Cahaya yang menerangi kegelapan dosa adalah taubat, memohon ampun kepada Allah dan berjanji tidak akan mengulangi dosa tersebut. Sesungguhnya seorang hamba apabila ia berbuat kesalahan maka dihatinya akan tertera setitik noda. Ketika ia telah beristighfar (meminta ampunan) dan bertaubat maka hati itu akan kembali cemerlang dan jika ia kembali melakukan kesalahan serupa maka hati itulah yang telah tertutup.
Adapun 3 kegelapan yang masuk kategori zhulmatun haqiqiyyah (gelap secara hakikat) adalah:
Gelap di alam kubur dan cahaya yang meneranginya adalah kalimat laa ilaaha illallah Muhammadur rasulullah (pengakuan keesaan Allah dan nabi Muhammad utusan/rasul Allah). Ini didasarkan kepada hadits Rasulullah saw ‘bahwasannya Allah swt mengharamkan atas api neraka orang yang mengatakan la ilaha illallah’. Oleh karena itu setiap anak Adam yang sedang sakaratul maut kita bimbing (talqin) untuk menyebut kalimat tersebut agar kelak kuburnya diterangi dengan cahaya dari pengakuan keesaan Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah.
Gelap di alam akhirat dan cahaya yang meneranginya adalah amal shaleh (kebaikan), Dalam nasehat lain khalifah Abu Bakar pun menyampaikan perumpamaan; “man dakholal qobro bilaa zaadin faka-annamaa rokibal bahro bilaa safiinatin” (siapa orang yang masuk kubur tanpa bekal maka seakan-akan dia mengarungi lautan tanpa perahu). Sudah barang tentu bekal yang harus dipersiapkan adalah amal saleh yang akan menerangi kita di akhirat.
Gelap saat melintas jembatan (shiraath) dan cahaya yang meneranginya adalah yakin. Bahwa titian atau jembatan di hari akhir nanti sangatlah gelap, dan yang akan menerangi perjalnan kita melewati jembatan itu adalah keyakinan. Yakin atas petunjuk Allah swt dan menghilangkan berbagai macam keraguan.
Demikianlah nasehat sayyidina Abu Bakar mengenai lima kegelapan yang harus disiapkan penerangnya oleh kita semua agar perjalanan kelak lancar tanpa haluan apapun jua. Semoga hikmah kali ini bermanfaat bagi kita dalam menapaki hari-hari di dunia yang sementara ini.
ARTIKEL 2
https://youtu.be/lkDTVkhhcC4 Tausiah. Ustadz. DR. Musthafa Umar. Lc. MA Tentang Hakikat Jasad & Roh (Bagian 2)